Rabu, 13 Juni 2012

Asal-Usul Desa Prambatan



Asal-Usul nama desa Prambatan. Desa yang terletak di Kecamatan Kaliwungu tersebut, lagi-lagi menurut legenda yang turun temurun melalui gethok tular dari generasi terdahulu ke generasi penerusnya yang lebih muda, berkait dengan kisah Ratu Kalinyamat, istri Pangeran Hadirin yang tewas di tangan Haryo Penangsang.

Kepada penguasa saat itu, yakni Sunan Kudus, ia bermaksud menuntut balas atas kematian suaminya. Namun ternyata, sang Sunan menolak upaya tersebut. Ratu Kalinyamat pun akhirnya kembali ke Jepara, tempat asalnya, diiringi pengikutnya dengan tertatih-tatih (merambat-rambat) karena sedih tuntutannya untuk membalas kematian suaminya tidak disetujui. Maka, pengikutnya pun mengamati perilaku Sang Ratu, dan akhirnya menamakan daerah tersebut dengan Desa Prambatan.

Rasanya memang sulit, untuk meneliti orisinalitas legenda-legenda tentang asal-usul nama suatu daerah tersebut. Mengingat, dalam penggalian datanya, seperti yang dilakukan tim dari Disparbud Kudus melalui Kasi KKNT dalam menyusun data kesejarahan 2004, unsur subjektivitas penutur cerita bukan tidak mungkin turut memengaruhi legenda yang ada.

''Sekali lagi, meski berasal dari sumber warga lokal, legenda tersebut perlu untuk dikaji secara lebih komprehensif, guna menajamkan orisinalitasnya,'' ujar Giyono.

Hal senada dikemukakan oleh pegiat seni yang juga merupakan seorang pendidik di Kudus, Mukti Sutarman Espe, yang menganggap perlunya dikaji nilai kesejarahan dari legenda-legenda tersebut untuk menentukan kadar otentitas dan objektivitasnya, jika hal tersebut dimaksud untuk menggali unsur historisnya.


Sumber: Suara Merdeka

Asal Usul Desa Gondoarum


Di Kabupaten Kudus bagian timur, ada sebuah desa yang bernama Gondoarum, terletak di Kecamatan Jekulo dan berbatasan dengan Kabupaten Pati. Syahdan, dari cerita yang turun temurun disebarkan oleh para tetua, pada zaman penjajahan Belanda terdapatlah seorang martir bernama Mbah Sewa Negara (Sewonegoro).

Kakek yang dikenal keras hati tersebut, mempunyai seorang cucu bernama Kasim. Suatu ketika, cucu yang berselisih paham dengan kakeknya tersebut meninggalkan pepundhen-nya itu untuk berkelana, sampai akhirnya bertemu dengan seorang putri cantik jelita.

Ketika dijumpai, putri tersebut terlihat menyelipkan bunga di atas telinganya, hingga membuat bau harum di sekitarnya. Dalam beberapa rentang waktu kemudian, daerah tersebut dikenal dengan nama Desa Gondoarum.

''Meskipun legenda tersebut didapat dari keterangan beberapa sesepuh masyarakat di desa tersebut, namun sampai saat ini kejelasan hal itu masih terus kami teliti,'' katanya.

Legenda-legenda kesejarahan tersebut, ujar Giyono, dijadikan satu dalam bentuk kumpulan data kesejarahan dan nilai kultural Kabupaten Kudus. Data tersebut, nantinya akan dijadikan acuan bagi Pemkab umumnya dan Disparbud khususnya, untuk menyusun sejarah Kota Kudus secara lebih komprehensif.

''Tentunya, dengan juga melibatkan ahli kesejarahan untuk mengaji sejauh mana kebenaran cerita-cerita tersebut,'' tambah Giyono yang mengaku baru menggali beberapa legenda sejumlah desa di Kudus, untuk menelusuri asal-usul kesejarahannya.

Nama Loram dari Pohon Lo

Desa Loram Kulon merupakan salah satu dari 14 desa yang menjadi bagian dari Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Desa tersebut terkenal sebagai kawasan home industry mulai dari tas sampai tekstil.  Tetapi, mungkin tidak banyak yang tahu, mengapa desa itu dinamakan Loram?

Berdasarkan beberapa literatur yang mulai menguning, karena usianya yang makin renta, yang tersudut di beberapa perpustakaan di Kudus, nama itu ternyata menyimpan cerita unik. Belum lagi bahan kajian kesejarahan yang didapat oleh pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kudus, melalui Kasi Kebahasaan, Kesenian, dan Nilai Tradisional (KKNT).

''Beberapa desa yang kami teliti, ternyata mengandung cerita yang mungkin saja tidak banyak diketahui orang, apalagi generasi yang terlahir belakangan ini,'' kata Giyono, yang mengepalai KKNT.

Ketika dirunut dari sejumlah sumber, misalnya dari sesepuh desa, kata dia, nama Loram diperkirakan mempunyai hubungan dengan pohon bernama lo, yang dulu sering digunakan untuk bertapa oleh penguasa kerajaan Majapahit terakhir, Prabu Brawijaya, saat ia mengembara dan bersemedi di suatu tempat.

Di tempat itulah, ratusan tahun kemudian, orang melihat pohon lo yang tumbuh besar, seperti raksasa, serta masih berdiri kukuh.

Mereka, warga desa tersebut, melihat sesuatu yang ngeram-erami (mengherankan). Karena itu, kemudian mereka menyebutnya lo dan ram, sehingga lama-lama daerah itu dikenal dengan nama Loram.

Sumber: Suara Merdeka

Kudus Kembali Raih Adipura

KUDUS-Kabupaten Kudus kembali meraih penghargaan Adipura tahun 2011 - 2012 untuk kategori kota sedang. Pada masa kepemimpinan Bupati Kudus H Musthofa, apresiasi pengelolaan lingkungan hidup dari pemerintah pusat itu juga pernah diterima pada tahun 2008 dan 2009. Penghargaan Adipura tahun ini akan diberikan langsung oleh Presiden SBY di Istana Negara pada Selasa (5/6).

Pelaksana Tugas Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kudus Sam’ani Intakoris menyatakan, Kota Keretek merupakan satu dari 34 kota kategori sedang lainnya di Indonesia yang menerima penghargaan tersebut. ’’Ini merupakan kemenangan seluruh masyarakat Kudus,’’ katanya.

 Kabar penghargaan diterima pada 1 Juni lalu secara lisan dari pejabat terkait. Setelah itu, pihaknya mendapat kabar resmi dari Kementrian Lingkungan Hidup. "Pemkab akan menerima penghargaan langsung dari Presiden SBY," jelasnya.

Ditambahkannya, kegagalan mendapatkan Adipura pada 2010 benar-benar melecut semua pihak untuk dapat kembali meraihnya. Tujuannya tentu tidak hanya untuk mendapatkan penghargaan, tetapi menciptakan lingkungan yang lebih asri, bersih dan sehat.

 Bukan persoalan mudah untuk memperoleh Adipura tahun ini. Selain harus menggenjot semangat warga untuk lebih peduli pada kebersihan lingkungan, sejumlah sistem pengelolaan sampah juga telah dibenahi. Pada dua kali penilaian, yakni bulan September dan Mei, diyakini mendapatkan hasil cukup baik. "Salah satunya sampah yang ada di tempat-tempat publik maupun tempat pembuangan akhir, dapat dikelola dengan baik," imbuhnya.

 Beberapa pekerjaan rumah masih tetap dimiliki masyarakat Kudus. Salah satunya, upaya meningkatkan kebersihan pada beberapa pusat publik, seperti pasar dan jalan-jalan protokol. "’Kesadaran masyarakat untuk dapat ikut terlibat di dalamnya juga sangat berperan penting," ungkapnya.

 Sam’ani berharap agar Adipura tidak dipandang sebagai salah satu simbol kemenangan bagi pihak tertentu. Dia menegaskan, itu sebagai bukti ’’guyub’’-nya masyarakat Kudus dalam mengelola kebersihan lingkungan. "Adipura diharapkan dapat tetap mendorong penciptaan lingkungan yang lebih bersih dan sehat pada masa mendatang," ujarnya.




Sumber: Suara Muria, 04 Juni 2012

SMP 1 Kudus Wakili Jateng ke Adiwiyata Nasional


Kudus - SMP 1 Kudus kembali mewakili Jateng dalam Adiwiyata nasional tahun 2012. Sekolah ini lolos menjadi juara pertama setelah menyisihkan puluhan sekolah tingkat SMP se-Jateng dalam penilaian Adiwiyata  yang dilakukan akhir April lalu.

’’Setelah proses penilaian tuntas, pada 29 Mei lalu SMP 1 Kudus dinyatakan sebagai juara I Adiwiyata Jateng, sehingga otomatis saat ini menjadi perwakilan Provinsi Jateng dalam Adiwiyata tingkat nasional,’’ ujar kepala SMP 1 Kudus, Oky Sudarto, Minggu lalu (3/6).

Dalam penilaian Adiwiyata, sekolah harus memiliki lingkungan yang sehat dan hijau. Selain itu, sekolah juga harus memiliki visi dan misi yang berwawasan lingkungan, serta didukung oleh proses pembelajaran yang juga mengacu pada wawasan lingkungan.

’’Jadi mata pelajaran dengan wawasan lingkungan tidak hanya pada Biologi, tetapi semua mata pelajaran, termasuk  Matematika dan Bahasa Inggris,’’ terangnya.

Untuk mewujudkan hal itu, Oky mengaku mengupayakan pendidikan berwawasan lingkungan yang saling bersinergi. Hampir semua mata pelajaran diarahkan untuk memperkenalkan siswa terhadap lingkungan. Seperti tema-tema bacaaan dalam Bahasa Inggris yang lebih banyak bertema lingkungan.

Dua Kali Nomine

’’Setiap tahun, kami berupaya pendidikan di SMP 1 Kudus semakin mengarah pada wawasan lingkungan. Karena hal ini penting untuk menjaga kelangsungan lingkungan di Indonesia,’’ ucapnya.
Dengan upaya-upaya tersebut, dia berharap, tahun ini pihaknya bisa meraih piala Adiwiyata yang  dari Kementerian Lingkungan Hidup. Sebab, sudah dua kali berturut-turut sekolah ini hanya menjadi nomine dalam Adiwiyata tahun 2010 dan 2011 lalu.
’’Harapan kami, tahun ini bisa benar-benar lolos, dan meraih piala,’’ tuturnya. (H76-15)


Sumber: Suara Muria, 05 Juni 2012