Jumat, 11 November 2016

Omah Kapal, Bangunan Kuno Unik Di Kota Kudus Yang Terlupakan

Hingga kini masih banyak orang yang belum tahu – bahkan termasuk yang mengaku sebagai cah Kudus – bahwa di kota Kudus terdapat sebuah Rumah Kapal yang letaknya bahkan masih termasuk dalam wilayah tengah kota.

Dari Alun-Alun Simpang Tujuh Kudus, berkendaralah ke arah barat melalui Jalan Sunan Kudus. Sesampai di Jembatan Kali Gelis, dengan Rumah Kembar yang berada di kanan kiri jembatan, teruslah melewati perempatan Menara Kudus, hingga sampai di perempatan atau bangjo Jember, beloklah ke kanan (arah utara) memasuki ke jalan Jalan KHR Asnawi, kurang lebih 300 meter dari Bangjo Jember, di arah kiri anda akan dapat menjumpai Rumah Kapal – masyarakat setempat menyebutnya sebagai Omah Kapal. Dari jalan raya "Omah Kapal" sudah tidak bisa terlihat karena letaknya di belakang pabrik.

Yang dimaksud dengan Rumah Kapal atau Omah Kapal ini adalah sebuah bangunan besar yang memiliki bentuk konstruksi dan ukuran, sama persis seperti sebuah kapal penumpang. Seperti inilah kondisi awal dari bangunan Omah Kapal ini:


 



Bangunan (rumah) dengan bentuk unik yang berlokasi di Kelurahan Damaran Kudus ini merupakan bangunan kuno yang sebenarnya masih termasuk salah satu bangunan bersejarah di kota Kudus, selain Menara Kudus – tentu saja – dan Rumah Kembar di arah Selatan kanan kiri Jembatan Kali Gelis .

Sejarah Pembangunan Rumah Kapal

Menurut sejarahnya, bangunan kuno yang memiliki gaya arsitektur “modernisme” dengan sedikit pengaruh dari gaya “Streamline moderne” ini dibangun pada tahun 1930 oleh seorang pengusaha rokok tersukses dan terbesar di kota Kudus pada waktu itu, namanya M. Nitisemito.


Kesuksesan Nitisemito sebagai pengusaha rokok kretek dengan merek Bal Tiga sebelum masa kemerdekaan, membuat sang maestro ini membangun megah "istananya-istananya". Tak hanya satu, dia membangun Omah (rumah) Kembar, dan satu Omah Kapal. Namun, ketiga istananya tersebut, kini tampak tak terawat, bahkan, hampir roboh.


Di masanya, istana-istana Nitisemito sangat mentereng dibanding dengan bangunan lain di Kudus, khususnya rumah hunian. Omah Kembar dibangun di Jalan Sunan Kudus, Desa Demaan dan Janggalan, Kecamatan Kota. Sedangkan Omah Kapal, ia bangun di Jalan KHR Asnawi, Desa Damaran, Kecamatan Kota.

Omah Kembar dibangun masa kolonial Belanda dengan mengapit Sungai Kaligelis. Jika dilihat dari arah utara, atau dari jembatan Kaligelis, terlihat seperti rumah yang terbelah sungai. Rumah di sebelah barat, secara administratif masuk ke Desa Demaan, sedangkan di sebelah timur, masuk ke Desa Janggalan. Di dalam ke dua rumah tersebut terdapat berbagai perabot rumah yang mewah, di antaranya bermacam piring dan guci. Dan yang membuat dua rumah itu sangat dikenal, karena lantai rumah terbuat dari susunan uang logam.

Sedangkan Omah Kapal, dibangun pada sekitar tahun 1930. Rumah yang dibangun dengan arsitektur modern tersebut, sangat mirip dengan sebuah kapal laut. Rumah itu sengaja dibangun mirip dengan kapal laut untuk mengenang perjalanan dirinya pada saat berangkat haji ke Mekah. Bangunan rumah itu dibuat sangat mirip dengan kapal laut yang membawa Nitisemito saat berangkat haji, dimana waktu itu transportasi satu-satunya yang digunakan dari Indonesia adalah dengan menggunakan kapal laut. 

Eloknya, bangunan Rumah Kapal tersebut dibuat persis seperti bentuk konstruksi kapal yang ditumpanginya sewaktu perjalanan ke Mekkah. Meskipun dikombinasikan dengan sentuhan gaya bangunan modern (waktu itu). 

Namun, sayangnya, kondisi bangunan antik tersebut sudah tidak terawat lagi. Atap bangunan telah roboh, beberapa bagian dinding roboh, dan hampir tidak berbentuk lagi. Bahkan, sisa bangunan itu, kini dipenuhi dengan tumbuhan rumput dan ilalanga. Omah Kapal, kini tidak bisa dilihat lagi dari luar, karena tertutup tembok yang mengelilingi bangunan. Berdasarkan pengamatan, kini, tempat tersebut dibuat untuk gudang pengolahan kayu.

Pada jamannya, bangunan yang memang berdiri dengan gagah ini sanggup menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat kota kudus dan sekitarnya. Bangunan Omah Kapal ini menjadi salah satu landmark Kota Kudus saat itu.

Bahkan hingga tahun 70-an masyarakat Kudus selalu menyebut “daerah Omah Kapal” untuk merujuk daerah di belakang Menara Kudus serta kelurahan Damaran dan sekitarnya. Bangunan-bangunan kuno buatan dan peninggalan M Nitisemito memang terkenal dengan kegagahan dan keindahannya. Selain bangunan Omah Kapal, bangunan Rumah Kembar Nitisemito adalah contoh lainnya.

Namun dengan seiring kejatuhan usaha M Nitisemito, bangunan ini kemudian kurang dirawat dan mangkrak. Bahkan saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Padahal bangunan kuno di kota Kudus yang sangat unik dengan nilai arsitektur yang sangat tinggi ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata. Khususnya wisata bangunan sejarah.
Bangunan Omah Kapal ini juga cukup pantas untuk dijadikan sebagai salah satu landmark dan ikon kota Kudus. Meski dengan segala kegagahan, keindahan dan keunikannya, Omah Kapal saat ini telah terlupakan.


Masuk Bangunan Cagar Budaya (BCB)

Kepala Bidang Pariwisata pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, menyatakan, tiga istana Nitisemito itu sebetulnya telah dinyatakan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB), pada tahun 1998. Namun, kepemilikannya masih dipegang oleh perorangan, ahliwaris Nitisemito. Berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1992 tentang Bangunan Cagar Budaya, seharusnya pemilik merawat bangunan bersejarah tersebut, begitu juga pemerintah daerah perlu memberikan perhatian khusus pada bangunan tersebut.

Selain itu, bangunan tersebut sebetulnya dapat dijadikan salah satu destinasi wisata di Kudus. Selain Menara Kudus dan Museum Kretek, bangunan tersebut dapat menarik wisatawan untuk datang ke Kudus, menikmati bangunan-bangunan bersejarah yang mempunyai nilai edukasi.

Kudus sebagai kota industri, lebih spesifik sebagai Kota Kretek, ketiga bangunan tersebut mempunyai nilai historisitas yang sangat tinggi. Dan dapat menegaskan Kudus sebagai pelopor dan perintis industri rokok kretek di Indonesia.

Berikut foto-foto yang menggambarkan betapa “merana”nya kondisi Omah Kapal saat ini:




Selasa, 27 September 2016

Mengenal Estetika Batik Kudus

Batik adalah karya budaya yang mewakili identitas indonesia di tingkat internasional. Dalam selembar kain batik, terpapar identitas budaya dan sejarah sebuah daerah atau kota. Ada ribuan jenis dan motif batik yang lahir dan berkembang di banyak daerah di Indonesia. Salah satu jenis batik yang mempunyai motif unik dan menarik adalah batik Kudus.

Batik Kudus merupakan produk yang diciptakan dari salah satu daerah di pulau jawa, yang merupakan pusat perkembangan agama Islam serta memiliki pengaruh kuat budaya Cina sebagai sebuah karya multi kultur.

Sejarah mengungkapkan, bahwa pengaruh budaya dari para saudagar Cina sangat berpengaruh bagi kebudayaan Indonesia. Ketika mereka mengadakan perjalanan perdagangan, dana datang ke pulau Jawa. Mereka mendatangkan para pengrajin batik dari Pekalongan untuk menciptakan batik peranakan dengan ciri khas yang sama dengan batik Kudus. Selain itu, Kudus juga menghasilkan batik-batik yang sangat dipengaruhi budaya Islam. Hal ini tercermin dalam corak batiknya yang memakai motif huruf Arab (batik kaligrafi), dengan didominasi warna-warna yang cenderung gelap, seperti biru tua dan hitam.

Di kalangan pencinta kain, batik khas Kudus dikenal sebagai batik peranakan yang halus dengan isen-isen (isian dalam ragam pola utama) yang rumit seperti batik Jawa Tengah pada umumnya. Diantara isen-isen yang dikenal dalam Batik Kudus adalah isen gabah sinawur, moto iwak, mrutu sewu dan lain sebagainya.

Batik Kudus juga dikenal dengan warna-warna sogan (kecoklatan) dengan corak tombak, kawung atau parang, tetapi juga dihiasi dengan buketan (rangkaian bunga) dengan imbuhan pinggiran lebar, taburan kembang, kupu-kupu dan burung dengan warna-warna cerah.

Batik Kudus agaknya perlu dilestarikan serta dipasarkan lebih jauh, agar dapat bersaing di pangsa perdagangan internasional. Karena batik kudus memiliki keindahan tersendiri serta kelebihan yang tidak sama dengan batik lainnya.

Untuk itu, semua kebudayaan negara kita  khususnya kesenian batik wajib kita jaga dan kita lestarikan sebagai identitas negara kita. Terlebih sudah adanya hak paten dari UNESCO, kita akan lebih mantap dalam melestarikan kesenian batik. Adapun caranya yaitu dengan selalu belajar dan mempraktikkan untuk menciptakan sebuah karya seni batik yang mempunyai motif baru dan unik.

Sumber: lintaskudus.blogspot.com

IFC Angkat Batik Kudus ke Hong Kong Center Stage

SEBAGAI salah satu pusat mode dunia, Indonesia memastikan diri untuk ikut ambil bagian dalam ajang Center Stage-Asia's Premiere Fashion pada 7-10 September 2016 mendatang di Hong Kong.

Keikutsertaan Indonesia di ajang internasional ini diwujudkan dengan mengirimkan empat siswi, yang berhasil terpilih untuk menghadirkan karya busana mereka lewat pagelaran busana di Hong Kong nanti. Dimana keempat siswi berbakat ini, Risa Maharani, Nadia Royyana, Rania dan Nia Faradiska adalah hasil program peningkatan kualitas sekolah menengah kejuruan dari Bakti Pendidikan Djarum Indonesia yang bekerja sama dengan Indonesia Fashion Chamber (IFC).

Keempatnya digembleng para desainer yang tergabung dalam IFC, untuk menampilkan karya desain urban modest wear dengan tema besar kain Batik. Kali ini bukan batik Pekalongan, Jogja atau Solo yang sudah terlalu populer namanya yang diangkat, melainkan batik Kudus lah yang akan ditampilkan oleh Risa Maharani, Nadia Royyana, Rania dan Nia Faradiska dalam pagelaran busana di panggung utama di perhelatan Center Stage nanti.

Selaku national chairman IFC, Ali Charisma mengungkapkan mengapa untuk fashion show berkelas internasional ini diputuskan untuk mengangkat kain tradisional Batik asal kota Kudus. “Kenapa batik Kudus, ya karena belum sekuat batik di kota lain misal Jogja-Solo-Pekalongan. Jadi memang masih membutuhkan media promosi khusus sehingga tidak seakan mendompleng batik di kota-kota itu,” ungkap Ali yang ditemui Okezone seusai acara siaran media "Membawa Karya SMK ke Panggung Dunia," kemarin di Artotel, Jakarta Pusat.

Ali menambahkan untuk motif kain batik dari Kudus ini, kurang lebih ada dua motif yang ditonjolkan yaitu motif gebyok dan motif beras kecer. “Lewat desain keempat siswi SMK NU Banat dan Zalmera ini, kita bawa motif seperti beras kecer dan gebyok yang kita kembangkan. Misalnya motif braskecer yang kita modifikasi. Tadinya cuma di ujung lalu kita ubah jadi motif utamanya,” pungkas Ali. (ren)

Sumber: Okezone.com

Batik Kudus Memukau di New York Fashion Week 2016

Perancang Denny Wirawan menampilkan 15 looks koleksi Balijava Batik Kudus pada runway Fashion Gallery New York Fashion Week (FGNYFW) 2016, Senin, 15 Februari 2016. "Saya harap Balijava dengan koleksi Batik Kudus dapat menjadi jalan karya anak bangsa diterima oleh pasar internasional seperti Amerika Serikat," kata Denny dalam keterangan pers, Senin, 15 Februari 2016.

FGNYFW adalah bagian dari rangkaian acara Pekan Mode New York yang juga dianggap salah satu kiblat fesyen dunia. Fashion Gallery adalah runway para perancang dengan lini busana siap pakai (prêt-à-porter) yang juga merupakan fokus Denny untuk Balijava dengan koleksi Batik Kudus bertema "Padma".

Balijava dengan koleksi Batik Kudus menggunakan palet warna gelap, seperti blue navy, green olive, beige, dan hitam untuk menyesuaikan tema musim gugur dan musim dingin.

Gaya yang ditawarkan adalah siap pakai dengan atasan, outer, rok panjang, celana panjang, cape, long coat, serta gaun panjang yang bertumpuk dan semuanya bisa dipadupadankan. Motif Batik Kudus yang digunakan adalah motif wajikan, beras kecer dan kotak geometrik sebagai dasar berpadu dengan motif utama bunga Lotus.

(Sumber: Tempo.com)

Keunikan Batik Khas Kudus

Batik Kudus adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia, umumnya jawa dan khususnya daerah kudus dan sekitarnya. Orang-orang Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan.

Batik  Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda, termasuk batik kudus yang sekarang sedang berkembang. Pengakuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) terhadap batik Indonesia, membawa angin segar bagi industri batik nasional, tak terkecuali Batik Kudus. Batik Kudus memiliki akar sejarah yang sangat panjang dalam khazanah batik nasional.

Sejarah itu di antaranya tergores dalam batik motif Tiga Negeri. Motif batik ini memiliki sejarah yang sangat unik. Karena dalam proses pembuatannya, dilakukan di tiga negeri (daerah). Pemakaian warna dalam proses pembatikan di yang berbeda. Warna merah dilakukan di Lasem, biru dan violet di Kudus dan Pekalongan. Untuk warna Soga dan Hitam, dilakukan di Solo dan Jogja. Sejarah motif batik Tiga Negeri inilah, yang menegaskan, bahwa batik Kudus, memang memiliki sejarah yang sangat panjang dan diakui dalam dunia batik nasional.

Karya perajin pesisir batik asal Kudus, Jawa Tengah, ini lahir dari perpaduan kreasi perajin batik Pekalongan, Yogyakarta, dan Solo. Pada era 1940-an, pedagang Cina di Kudus mengundang perajin batik dari berbagai daerah untuk membuatkan batik khusus untuk mereka. Alhasil, kolaborasi dari perajin batik ini menghasilkan motif batik yang unik. Bagian dasar batik Kudus kental dengan sentuhan batik Yogyakarta dan Solo, sedangkan motif bunganya lekat dengan karakter batik Pekalongan.

Batik Kudus  tidak hanya bermotif multikultur, warnanya pun sangat kaya, lantaran perpaduan budayanya. Batik Kudus memiliki pengaruh Arab (kaligrafi) lantaran Kudus berdekatan dengan Demak, yang identik dengan penyebaran ajaran Islam. Warna cokelat dan hitam juga memperkaya warna batik Kudus.

Berbagai motif kain otentik pada batik Kudus yang selama ini dikenal dengan batik peranakan yang halus dengan isen-isen rumit, seperti gabah sinawur, moto iwak, atau mrutu sewu. Batik ini berwarna sogan (kecokelatan) seperti umumnya batik Jawa Tengah. Namun, tentang corak, pilihannya beragam, mulai corak tombak, kawung, atau parang, yang dihiasi dengan buketan, pinggiran lebar (terang bulan), taburan kembang, kupu-kupu, atau burung dengan warna cerah, seperti merah.

Keunikan batik Kudus memiliki perkembangan warna dan motif yang indah. Seperti warna dan motif kupu-kupu, daun tembakau, yang dikembangkan bekerja sama dengan perajin Youke Yuliantaries.
Batik Kudus memiliki keunikan, yaitu paling sulit dikenali dan gayanya membingungkan. Hal inilah yang menjadi keunikan karena perbedaan serta keragaman budaya yang tecermin di motifnya. Batik Kudus selalu mempunyai dasar yang rumit, memiliki tingkat kehalusan tinggi dan unik di detailnya. Pembuatan batik tulis Kudus tidak selesai dalam waktu enam bulan.

Cerita Menarik di Balik Beragam Motif Batik Kudus

Batik merupakan kerajinan yang telah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit pada abad ke-7 sampai 14. Pesona dari motif, dan kerumitan tekniknya menjadi daya tarik hingga saat ini sebagai warisan budaya Indonesia yang mendunia, tak terkecuali Batik Kudus.

Batik Kudus berasal dari sebuah kampung di Kudus Kulon, yaitu Kampung Langgar Dalem. Kampung tersebut dihuni oleh sebagian besar anak dan kerabat dari Sunan Kudus.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, para wanita di desa tersebut biasa menenun dan juga membatik di mana proses akhir dilakukan di Sungai Gelis di timur Kampung Langgar Dalem.

Dilansir dari buku "Batik Kudus, The Heritage," karya Miranti Serad Ginanjar pada Senin (26/10) keindahan batik yang lahir dari tangan telaten wanita Kampung Langgar Dalem ternyata mampu menarik beberapa saudagar dari Arab. Para saudagar yang mayoritas pedangan dan pengusaha Muslim tersebut menjadikan Batik Kudus sebagai komoditi yang diperdagangkan.

Sejak saat itu mulai berkembang motif kaligrafi yang kental akan sentuhan Islam yang menghiasi beberapa model Batik Kudus. Selain kaligrafi, motif Batik Kudus yang juga dikenal luas dan melegenda, yaitu lar (sayap) dengan isen-isen (isian) beras kecer (beras tercecer).

Selain Arab, Batik Kudus yang didominasi oleh warna biru indigo dan coklat soga ini ternyata juga dipengaruhi oleh budaya Belanda. Hal tersebut ditunjukkan dengan motif-motif tidak lazim yang muncul pada periode 1840-1920-an seperti flora dan fauna dari benua Eropa, serta ornamen yang terdapat dalam dongeng sastra Belanda.

Uniknya, motif-motif Batik Kudus dengan latar budaya Belanda tersebut lahir dari tangan wanita asli dari Belanda sendiri, seperti Carolina Josephina con Franquemont, Chaterina Carikiba van Oosterom, Eliza van Zuylen, B. Fisher, Lien Metzelaar, dan Wiler.

Banyaknya budaya yang mempengaruhi Batik Kudus, mulai dari Jawa, Arab, Tionghoa, dan Belanda, membuat batik ini memiliki motif yang kaya.

Kudus yang terkenal dengan industri kretek, menjadikan Batik Kudus sebagai media promosi industri tersebut sehingga terciptalah kolaborasi yang indah. Kolaborasi tersebut diwujudkan dalam produk Batik Kudus yang memiliki motif rokok, termasuk alat pembuat kretek, logo perusahaan, sampai seragam pegawainya.

Sumber: Liputan6.com,  Batik Kudus The Heritage

Akulturasi Budaya dan Kearifan Lokal, Ciri Utama Batik Kudus

Di tengah derasnya tren mode masa kini yang digemari para generasi muda, wastra Nusantara seperti batik tetap memiliki tempat khusus di hati masyarakat Indonesia.

Sekarang, busana batik tidak hanya dikenakan oleh orangtua, tapi generasi muda pun tidak malu dan canggung mengenakan batik dalam berbagai kesempatan.

Namun, tidak banyak yang mengenali ragam motif batik yang begitu beragam karena setiap daerah di Jawa memiliki motif batik sendiri yang unik dan indah.

Salah satu motif batik yang kini tengah kembali menggeliat adalah Batik Kudus. Nah, seperti apa batik Kudus dan karakteristiknya dibandingkan dengan batik lainnya?

Yuli Astuti, penggiat batik Kudus dan pemilik galeri Muria Batik Kudus, batik Kudus merupakan salah satu golongan batik pesisir, seperti batik Pekalongan, batik Jepara, maupun batik Lasem. Jadi, batik ini pun memiliki warna yang cerah dengan motif unik yang begitu khas dan mudah dikenali.

Satu hal yang membedakan batik Kudus dengan batik lainnya menurut Yuli adalah akulturasi budaya antara budaya China, pribumi, dengan unsur Islam.

Hal ini mudah dipahami, karena Kudus merupakan asal dari dua Wali Songo penyebar Islam di Tanah Jawa, yakni Sunan Kudus dan Sunan Muria. Sehingga, ada unsur-unsur tersebut dalam motif batik Kudus.

Aksen Islam dalam batik Kudus hadir dalam motif-motif seperti Menara Kudus, kaligrafi Islami, dan sebagainya.

Namun, motif batik Kudus juga mengandung kearifan lokal masyarakat Kudus. Hal ini terlihat dari munculnya motif seperti Kapal Kandas, Parijotho, Gebyok, dan isen-isen beras kecer.

"Motif batik Kudus misalnya adalah Parijotho yang amat dikenal oleh masyarakat Kudus. Motif lainnya adalah Menara Kudus, Gebyok, Pakis Haji, Bulusan, Kapal Kandas, dan sebagainya. Kami menghadirkan folklor dalam motif dan unsur budaya asli Kudus dalam motif batik," ujar Yuli di sela-sela bedah buku Batik Kudus The Heritage di Galeri Indonesia Kaya, Senin (26/10/2015).

Selain itu, karakteristik lain batik Kudus adalah pemilihan warna. Batik Kudus biasanya dominan dengan warna tradisional sogan atau warna cokelat maupun biru indigo.

Warna sogan sebenarnya kental terlihat pada batik-batik dari Yogyakarta maupun Solo. Namun, kehadiran warna sogan pada batik Kudus pun diisyaratkan sebagai akulturasi maupun pengaruh yang diperoleh dari jenis batik lainnya. (Sumber: Kompas.com)